Selasa, 20 Desember 2011

Hubungan Kurikulum dengan Silabus

Sejak Indonesia merdeka tahun 1945, setidaknya kita telah mengenal 9 kurikulum yang lengkap, yaitu kurikulum 1947, 1952, 1964, 1968, 1974, 1984, 1994, 2004, dan terakhir 2006. Dari perspektif politis, pergantian kurikulum yang melaju cepat itu erat kaitan dengan turbulensi di tanah air. Selama 12 tahun pada 1952-1964 kita menerapkan Kurikulum 1952. Waktu yang relatif singkat ini terjadi karena kurang prioritasnya pendidikan. Selanjutnya Kurikulum 1964 yang hanya diterapkan 4 tahun, dan beralih ke Kurikulum 1968 karena peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru. Kurikulum 1968 diterapkan selama 7 tahun, kemudian muncul Kurikulum 1975 yang cukup komprehensif dari segi pengembangan kurikulum. Kurikulum 1975 lahir sebagai implikasi atas keterbukaan dan kerja sama politik dan ekonomi negara kita terhadap Blok Barat setelah PKI tersingkir dari arena perpolitikan Indonesia. Kemudian, lahir Kurikulum 1984 sebagai dampak hasil riset pendidikan, inovasi kurikulum, dan pendidikan di Indonesia, serta perkembangan di negara-negara lain sejak awal 1970-an yang perlu ditampung dalam kurikulum baru.[1]
Tren perkembangan baru dalam dunia global mendorong inovasi dalam kurikulum. Maka lahir Kurikulum 1994 yang menekankan pendekatan komunikatif dan belajar aktif siswa, serta penerapan matapelajaran berwawasan teknologi di sekolah. Dalam kurun waktu 47 atau hampir 50 tahun sejak kemerdekaan, dari Kurikulum 1947-1994, kita terkonsentrasi pada pengembangan kurikulum berbasis materi atau pengetahuan (content-based curriculum development), bukan pada kompetensi seperti sekarang.[2]
Pergantian kurikulum selama 9 kali mensyaratkan bahwa kurikulum memegang peranan strategis karena berkaitan dengan arah, isi, dan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[3] Pertanyaan sekarang, apa itu kurikulum? Apa kurikulum berhubungan dengan silabus? Dan apa itu silabus?
1. Definisi Kurikulum
Secara etimologis, kurikulum merupakan terjemahan dari kata curriculum dalam bahasa Inggris, yang berarti “rencana pelajaran”. Kata ini berasal dari kata Latin dari kata kerja, currere, yang berarti berlari cepat, merambat, tergesa-gesa. Currere berasal dari kata cursus yang lazim di-Indonesiakan menjadi “kursus”.[4]
Secara semantik, kurikulum senantiasa terkait dengan aktivitas pendidikan. Hal ini dinyatakan dengan jelas dalam UU No 20 Tahun 2003. Kurikulum menurut undang-undang ini didefinisikan sebagai “seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.”[5] Di sini terkandung dua komponen utama: pertama, seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran; kedua, seperangkat pedoman mengenai cara penyelanggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dengan demikian, KTSP berisikan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai kompetensi yang dibakukan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional; dan seperangkat pedoman mengenai cara melaksanakan rencana tersebut supaya siswa berhasil memiliki kompetensi yang diharapkan disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah dan sekolah. Dalam KTSP kurikulum disusun dan dikembangkan oleh satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Isi[6] dan Standar Kompetensi Lulusan[7].
Selain definisi kurikulum dalam UU Sisdiknas tersebut yang menjadi patokan dalam proses pendidikan nasional, de facto, kita juga menemukan aneka definisi dengan penekanan berbeda. VK Rao, misalnya, melihat kurikulum dari aspek pengalaman belajar anak (experiences of children). Rao mengatakan, kurikulum adalah “the sum total of all of the experiences provided or used by the school in its education of children.” Menurut Rao, selalu ada hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dan di luar sekolah. Motivasi aktivitas belajar di sekolah berhubungan dengan aktivitas lain di lingkungan sosial yang luas. Karena itu, guru, orang tua, dan negara harus bekerja sama dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif agar pembentukan pribadi anak menjadi utuh. Kurikulum yang efektif pertama-tama ditujukan kepada anak didik.[8]
Definisi kurikulum terkait pengalaman belajar ditegaskan oleh Robert Doll. Doll menyatakan, “Commonly accepted definition of the curriculum has changed from content of courses of study and list of subjects and courses to all the experiences which are offered to learners under the auspices or direction of the school.” Pengalaman belajar menjadi konsentrasi kegiatan di sekolah. Isi materi bukan merupakan esensi kegiatan, tetapi pengalaman yang dilakukan untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman, mengembangkan keterampilan, sikap, penghargaan, dan nilai.[9]
Hilda Taba, ahli pendidikan kajian sosial dan seorang di antara deretan pakar kurikulum terbesar dewasa ini, memandang kurikulum secara berbeda. Kurikulum ditinjau dari keluasan cakupannya. Kurikulum, lanjut Taba, berkenaan dengan cakupan tujuan isi dan metode yang lebih luas atau umum, sedangkan yang lebih sempit dan khusus menjadi tugas pengajaran guru di sekolah. Kontribusi Taba adalah analisis struktur isi, pengembangan konsep, proses belajar induktif, dan strategi pengajaran untuk membentuk pemikiran kritis siswa. Gagasannya mengenai kurikulum menekankan dimensi continuum; kurikulum terletak pada ujung tujuan umum atau jangka panjang, sedangkan pengajaran tujuan khusus atau jangka pendek.[10]
Definisi-definisi kurikulum di atas sesungguhnya lebih akomodatif terhadap tuntutan aktual dan kebutuhan belajar siswa. Tujuan universal pendidikan adalah membentuk pola pikir dan mengubah perilaku, dan kurikulum memegang kedudukan sentral demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Kurikulum juga merupakan suatu rencana pendidikan, memberikan pedoman dan pegangan tentang lingkup, urutan isi, dan proses pendidikan. Di samping itu, kurikulum juga merupakan suatu bidang studi yang ditekuni oleh para ahli atau spesialis kurikulum, yang menjadi sumber konsep-konsep atau memberikan landasan-landasan teoretis bagi pengembangan kurikulum berbagai institusi pendidikan.
Jadi, secara umum, ada tiga konsep kurikulum: kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidang studi. Sebagai substansi, kurikulum dipandang sebagai “rencana” kegiatan belajar bagi siswa di sekolah, atau sebagai perangkat tujuan yang ingin dicapai. Sebagai sistem, kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Kurikulum sebagai bidang studi yaitu bidang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran.[11]
Bagi saya, kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sebagaimana terumus dalam undang-undang sistem pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Maka kurikulum harus mampu mengantar anak didik mencapai tujuan pendidikan tersebut. Kurikulum menjadi instrumen strategis untuk mengaktualisasikan potensi diri baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pergantian kurikulum perlu mengikuti perkembangan dan kebutuhan siswa untuk menjadi manusia yang hidup sesuai tuntutan zaman.
2. Definisi Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.[12]
 Roymond mengatakan, silabus adalah rumusan tujuan dan pokok isi mata ajar atau program pengajaran yang meliputi satu mata ajar untuk diajarkan selama satu semester.[13]
Silabus sebagai Pola Dasar Kegiatan Belajar-Mengajar (PDKBM) atau Garis-garis Besar Isi Program Pembelajaran (GBIPP) merupakan hasil atau produk kegiatan pengembangan perencanaan pembelajaran. Menurut Lukmanul Hakim, silabus adalah garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok, isi atau materi pembelajaran; hasil penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin dicapai, serta pokok-pokok dan uraian materi pembelajaran yang perlu dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Dengan demikian, silabus pada dasarnya membahas kompetensi yang harus dicapai siswa sesuai dengan yang dirumuskan dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, materi pembelajaran yang perlu dibahas dan dipelajari siswa untuk mencapai Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, kegiatan pembelajaran yang seharusnya direncanakan oleh guru sehingga siswa mampu berinteraksi dengan sumber-sumber belajar, indikator yang harus dirumuskan untuk mengetahui ketercapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, dan cara mengetahui ketercapaian kompetensi berdasarkan indikator sebagai acuan dalam menentukan jenis dan aspek yang akan dinilai.[14]
Pengembangan silabus didasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 17 ayat 2, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 20. Dalam PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 17 ayat 2 dikatakan, “Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI. MTs, MA, dan MAK.  Selanjutya, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 20 menyatakan, “Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.”
Silabus berusaha menjawabi pertanyaan: apa kompetensi yang harus dikuasai siswa, bagaimana cara mencapainya, dan bagaimana cara mengetahui pencapaiannya. Silabus dikembangkan berdasarkan prinsip ilmiah, relevan, sistematis, konsisten, memadai, aktual dan kontekstual, fleksibel, dan menyeluruh.
Ilmiah berarti keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
Relevan berarti cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta didik. Sistematis dimaksudkan bahwa seluruh komponen silabus harus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.
Konsisten berarti ajeg dan taat asas antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok/pembelajaran, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian.
Memadai berarti cakupan indikator, materi pokok/pembelajaran, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.
Selanjutnya, aktual dan kontekstual, di mana cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
Fleksibel, artinya keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.
Dan menyeluruh berarti bahwa komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).

3. Hubungan Kurikulum dan Silabus
Hubungan kurikulum dan silabus terlihat jelas dalam PP 19 tahun 2005 pasal 17 ayat 2 di atas. Di situ dikatakan bahwa pengembangan silabus berdasarkan atas kerangka dasar kurikulum. Dengan demikian, silabus adalah bagian dari kurikulum. Hal ini dipertegas oleh Sulistiyono dkk yang menyatakan salah satu komponen kurikulum adalah silabus.[15]
Jadi, kurikulum, khususnya KTSP 2006 hanya berisi rencana pembelajaran yang masih bersifat umum. Kurikulum nasional yang biasa disebut Standar Isi hanya berisikan standar kompetensi  dan kompetensi dasar. Supaya dapat dipakai sebagai pedoman bagi guru dalam mengelola pembelajaran, kurikulum tersebut perlu dijabarkan atau dikembangkan menjadi silabus.[16]


[1] S. Belen, Sejarah Kurikulum SD di Indonesia, dari Belajar Tradisional ke Belajar Aktif, (Jakarta: Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pendidikan Nasional, 2010), hlm. 1.
[2] Ibid.
[3] Tujuan pendidikan nasional terumus secara eksplisit dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II Pasal 3.
[4] Benny Susetyo, Politik Pendidikan Penguasa (Yogyakarta: LkiS, 2005), hlm. 24.
[5] Lih. UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab I Pasal 1.
[6] Standar Isi (SI) dijabarkan dengan lengkap dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006.
[7] Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dijabarkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006.
[8] VK Rao, Principles of Curriculum, (New Delhi: SB Ningia, 2008), hlm. 2-3.
[9] Gaudencio V. Aquino, Curriculum Planning for Better Schools, 2th edition, (Philippines: Rex Book Store, 1998), hlm.718; diadaptasi dari Ronald C. Doll, Curriculum Improvement: Decision Making and Process, 5th edition, (Boston: Allyn and Bacon, 1982), hlm. 18-21.
[10] Richard J. Altenbaugh (ed.), Historical Dictionary of American Education, (USA: Greenwood Press, 1999), hlm. 358
[11] Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian I, (Jakarta: Grasindo, 2007), hlm. 94.
[13] Roymond H Simamora, Buku Ajar Pendidikan dalam Keperawatan, (Jakarta: EGC, 2009), hlm. 45.
[14] Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2008), hlm. 173-175.
[15] Sulistiyono, dkk, Matematika SMA dan MA untuk Kelas XI Semester I Program IPS, (Jakarta: Esis, 2007), hlm. v.
[16] Anung Haryono, “Penyusunan Silabus,” Manuskrip, Jakarta: Universitas Indraprasta PGRI Jurusan P-IPS, 2011.

2 komentar:

  1. Jadi kalau misal kurikulum ganti, berarti silabus juga ganti ya. Katanya kan silabus adalah bagian dari kurikulum.

    BalasHapus
  2. Iya diganti silabusnya, malah RPP juga diganti. Kurikulum diganti itu kan krn cara pandang berubah sesuai perubahan sekarang. Kalo ada pandangan baru, dan diikuti rencana / program baru bernama kurikulum berarti pelaksanaannya juga diubah: pendekatan pembelajaran, silabus, RPP, dll...

    BalasHapus